Jumat, 01 Oktober 2010

Pemakzulan Presiden, Lagi??!

Di bulan januari ini kasus skandal bank Century masih menjadi topic hangat media massa. Lihat saja KOMPAS, KOMPAS menaruh kasus Skandal Bank Century pada cover halaman depanya kurang lebih 19 kali dalam bulan januari ini. ini menjadi bertanda bagi kita semua (rakyat Indonesia) bahwa kasus Skandal Bank Century ini masih jauh dari kata selesai.
Dan yang terbaru adalah munculnya wacana pemakzulan presidan dan wakil presiden. Apa sebenarnya arti dari kata Pemakzulan itu sendiri? Mungkin pertanyaan itu sering muncul dalam benak kita. Dari apa yang penulis baca dari internet, Pemakzulan adalah sebuah proses dimana sebuah badan legislatif (dikenal dengan DPR) di Indonesia menjatuhkan dakwaan terhadap seorang pejabat tinggi negara.
Dalam artian kata lain Pemakzulan juga dikenal dengan istilah yang lebih populer, yiatu impeachment, dimana kata impeachment itu sendiri sering dipergunakan oleh negara luar dalam hal menjatuhkan hukuman terhadap pejabat tinggi negaranya oleh anggota Legislatif negara tersebut, dan salah satunya adalah pernah terjadi di Amerika Serikat.

Pemakzulan bukan selalu berarti pemecatan atau pelepasan jabatan, namun hanya merupakan pernyataan dakwaan secara resmi, mirip pendakwaan dalam kasus-kasus kriminal, sehingga hanya merupakan langkah pertama menuju kemungkinan pemecatan.
Saat pejabat tersebut telah dimakzulkan, ia harus menghadapi kemungkinan dinyatakan bersalah melalui sebuah pemungutan suara legislatif, yang kemudian menyebabkan pemecatan sang pejabat.
Pemakzulan berlaku di bawah undang-undang konstitusi di banyak negara di dunia, termasuk Amerika Serikat, Brasil, Rusia, Filipina, dan Republik Irlandia.

Sejarah pemakzulan presiden di Indonesia
Presiden pertama, Soekarno, dimakzulkan setelah menjadi presiden selama dua puluh tahun. Pemakzulan ini tidak sesuai dengan UUD 1945, meskipun MPR yang menurunkan secara resminya. Hal itu terjadi karena secara defacto Soeharto memegang kekuasaan negara. Pemakzulan ini dengan cara “kudeta lembut”.
Presiden kedua, Soeharto dimakzulkan dengan paksaan halus juga setelah defacto rakyat tidak mendukungnya. Namun, Soeharto “tahu diri”, dia memakzulkan dirinya sendiri. Itulah sebabnya beliau sangat cerdik dan “licin” sehingga lepas dari jerat untuk dibawa ke pengadilan.
Presiden keempat, “Gus Dur” yang secara demokratis dipilih oleh MPR dan dipilih dengan suara terbanyak, namun dimakzulkan juga oleh MPR. Menurut teori pemakzulan presiden di Indonesia itu harus memenuhi syarat: korupsi, berbuat maksiat, melanggar hukum, dan sejenisnya. Hal ini terjadi pada “Gus Dur” tanpa dipanggil terlebuh dahulu untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan tiba-tiba MPR langsung memakzulkannya. Contoh “masa lalu” pemakzulan “Gus Dur” adalah contoh yang jelas-jelas terlihat oleh semua pihak bahwa bagaimana lidah para politisi dan negarawan saat itu memiliki “lidah tak bertulang”.
Menurut UUD 1945 untuk memakzulkan presiden tidak mudah dan tidak sederhana dan harus menempuh perjalanan hukum yang panjang. Namun “Gus Dur” didepak begitu saja dari singgasana kepresidenan dengan suara hingar bingar wakil rakyat di Gedung DPR/MPR saat itu.

MK turun tangan
Mahkamah Konstitusi (MK) telah memublikasikan peraturan pedoman beracara terkait dengan proses pemakzulan presiden dan/atau wakil presiden.
Peraturan MK Nomor 21 Tahun 2009 tentang Pedoman Beracara dalam Memutus Pendapat DPR mengenai Dugaan Pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden berisi 23 pasal yang dibagi menjadi 10 bab.
Bab yang terdapat di dalamnya antara lain Bab I (Ketentuan Umum), Bab II (Pihak-Pihak), Bab III (Tata Cara Mengajukan Permohonan), Bab IV (Registrasi Perkara dan Penjadwalan Sidang), dan Bab V (Persidangan).
Selain itu, terdapat pula Bab VI (Penghentian Proses Pemeriksaan), Bab VII (Rapat Permusyawaratan Hakim), Bab VIII (Putusan), Bab IX (Ketentuan Lain-Lain), dan Bab X (Ketentuan Penutup).
Berdasarkan Pasal 23 Peraturan MK No 21/2009, peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan (yaitu tanggal 31 Desember 2009).
Sebelumnya, Ketua MK Moh Mahfud MD pada Rabu (30/12/2009) mengatakan, dirinya akan segera menandatangani peraturan MK tentang pedoman beracara terkait pemakzulan pada tanggal 31 Desember 2009.
"Sebelum Tahun Baru saya akan menandatangani peraturan MK tentang impeachment (pemakzulan)," kata Ketua MK Moh Mahfud MD ketika beraudiensi dengan sejumlah aktivis Koalisi Masyarakat Anti-Korupsi (Kompak) di Gedung MK.
Menurut Mahfud, sebenarnya naskah peraturan MK tentang tata cara persidangan terkait pemakzulan di MK sudah ada sejak lama, tetapi hingga kini masih belum ditetapkan. Namun, ujar dia, iklim terkait dengan proses politik yang sedang terjadi saat ini membuat pihaknya memutuskan untuk segera menandatangani dan mengesahkannya.
Ia menegaskan, pihaknya sama sekali tidak ingin berandai-andai tentang proses pemakzulan, tetapi hanya ingin mempersiapkan diri bila sekiranya kondisi menunjukkan ke arah tersebut.
Ketua MK juga mengemukakan, pihaknya tidak akan mengintervensi atau terlibat dalam proses politik dan hanya akan menunggu perkembangan yang terjadi.
Kita tunggu saja apakah presiden dan wakil presiden yang dipilih 171.068.667 Orang itu akan dapat dengan mudah dimakzulkan oleh kurang lebih 560 orang (jumlah anggota DPR)….

NB: disadur dari beberapa artikel dan berita KOMPAS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar